Jumat, 23 Juli 2010

Sekilas Tentang Cara Membuat Sabun

Belakangan ini ada sahabat sekaligus senior yang menjadi sumber inspirasi saya menanyakan mengenai proses pembuatan sabun dengan pH balance. Berkembang dari satu pertanyaan ini saya mencoba menjadi detil dari cara pembuatan sabun, walaupun mungkin ngga bisa lengkap sih. Secara dasar sih saya sudah tahu proses reaksi saponifikasi yang merupakan reaksi dasar pembuatan sabun. Reaksi saponifikasi merupakan suatu reaksi antara lemak(trigliserida) dengan lye(bisa KOH atawa NaOH)yang menghasilkan gliserol dan suatu senyawa sabun yaitu asam lemak (fatty acids) dimana H-nya digantikan oleh Na melalui suatu reaksi nukleofilik. Untuk lebih jelasnya silahkan coba browsing deh, setidaknya untuk ilmu "...just to know Anda...". kurang lebih seperti itulah reaksinya. Darimana sih NaOH kita dapatkan? NaOH dibuat dari logam Na yang direaksikan dengan air akan menghasilkan reaksi eksotermik dimana dapat timbul panas dan ledakan dari pembentukan gas H2 (Hidrogen). Kita perlu waspada dengan reaksi yang satu ini demi keselamatan kita sendiri. Perlu penanganan khusus (air ke dalam Na? atau Na ke dalam air? langsung banyak atau sedikit-sedikit? dilakukan dalam ruangan atau harus di ruangan terbuka? Alasannya sudah ada, silahkan pikirkan sendiri matang-matang supaya benar-benar memahami hal ini !!!) dan jangan lupa untuk selalu menggunakan APD (Alat pelindung diri) yang sesuai. Dari hasil pengalaman-pengalaman soap maker yang saya peroleh, ada dua tipe cara pembuatan sabun yaitu sistem dingin (perlu waktu yang lumayan lama dalam proses pembuatannya) dan sistem panas. Bagaimana sih prosesnya? Oke saya akan coba menjelaskan (berdasarkan literatur tentu saja karena saya sendiri blom menjadi soap maker, ngga tahu deh nantinya...."DILARANG MEMBATASI DIRI "). Berikut ini adalah proses yuang saya ketahui saat ini:
1. Cold Proses Soap

Proses pembuatan sabun ini merupakan proses pembuatan dengan cara dasar dimana kita mereaksikan asam lemak dengan sodium hidroksida atau potasium hidroksida. Langkah-langkah yang dilakukan adalah menyusun resep sabun yang kita inginkan berdasarkan karakter dan sifat sabun yang kita inginkan (sabun lunak, sabun keras, sabun dengan pH basa/asam/netral, sabun lembab, sabun dengan tambahan garam dapur, sabun susu, sabun dengan pewangi, sabun bening/warna, dll). Setelah kita sudah mendapatkan resep sabun yang kita inginkan beserta komposisinya tentu saja, maka kita siapkan semua bahan dan mulailah dengan membuat larutan lye seperti sudah saya ceritakan diatas dengan kadar biasanya sih kisaran 30%. Panaskan campuran minyak-minyak dengan komposisi yang sudah disediakan dan panaskan sampai 110 F ato kira-kira 43 C. Setelah minyak mencapai suhu tersebut masukan pelan-pelan larutan NaOH yang sudah kita buat kedalamnya sambil diaduk sampai proses trace selesai (klo dengan tangan bisa lebih dari satu jam tergantung banyaknya sabun yang hendak dibuat). Bila sudah trace, tuangkan adonan seperti agar-agar itu ke cetakan dan biarkan selama kurang lebih 6 mingguan agar reaksi saponifikasi berjalan sempurna.

soapmaking proses Dingin adalah kombinasi dari seni dan sains. Yang kental
versi jenis soapmaking adalah bahwa ada proporsi tertentu lye (sodium hidroksida) dan air menjadi asam lemak yang membentuk reaksi kimia disebut "saponifaction" Selama saponifikasi., minyak dan campuran alkali dan menjadi
sabun - proses ini berlangsung sekitar enam minggu untuk sepenuhnya lengkap.

Pembuatan sabun dengan metode dingin ini membutuhkan penggunaan alkali dan penggunaan keselamatan peralatan, seperti kacamata dan sarung tangan. Jangan pernah membuat sabun melalui metode proses dingin tanpa meneliti dengan cermat. Karakter sabun yang kita peroleh melalui proses dingin ini terkenal dengan kualitasnya yang keras dan tahan lama, tergantung dari minyak yang digunakan, batangan sabun dapat memiliki busa yang banyak bila kita menggunakan minyak kelapa (minyak kelapa memiliki sifat yang sangat baik menyabuni), bila ingin sabun yang "ringan" dapat ditambahkan minyak zaitun (zaitun terkenal karena kualitas lembutnya), bila ingin sabun yang lembab tambahkan minyak seperti cocoa butter, minyak rami, minyak shea.

Sabun yang dibuat dengan proses dingin adalah sabun yang kaya dengan gliserin, dikarenakan gliserin yang merupakan prosuk samping dari reaksi saponifikasi tidak dikeluarkan dari sabun. Gliserin adalah "humectan" dimana dia akan menempel pada kulit kita membentuk suatu lapisan tipis yang dapat menyerap air ke kulit kita sehingga kulit kita lebih lembab dan tidak gampang kering. Ada yang membuat sabun dengan meanmbahkan glirerol/ gliserin ke dalam sabun buatannya untuk membuat sabun yang moisturizing yang menyerap air ke kulit pemakai.

Safety Reminder:

If you are new to cold process soapmaking, please purchase a book and read about the serious safety issues associated with lye. A good book to start with is Susan Miller Cavitch's "The SoapMakers Companion." When handling lye, please use gloves and goggles and do not breathe in the fumes.

IMPORTANT SAFETY NOTE: Remember, the lye water mixture is always added to the oil and not vice versa.

Sabun dasar dapat dibeli dalam bentuk batangan besar, dapat dilelehkan, diberi pewarna, dibagi-bagi, dibentuk sesuai keinginan kita dalam cetakan kita. Sabun ini disebut sabun “Melt and Pour” dan bahan pengubahnya disbut soap casting. Sabun tipe ini disukai banyak orang karena mudah digunakan, tidak perlu pengamanan berlebih. Bahkan anak-anak juga dapat melakukannya untuk tujuan kreatifitas.

Kita juga dapat membuat sabun transparan dari "scratch". Metode ini melibatkan semua proses dalam pembuatan sabun metode dingin, ditambah dengan sedikit tahapan pengadonan tambahan alkohol, gliserin, dan gula untuk meningkatkan kebeningan. Proses ini cukup berbahaya karena alkohol dapat menguap. Bila kita ingin membuat sabun transparant yang tidak meleleh seperti sabun "melt and pour" hanya sabun dasar transparant maka kita perlu membaca "Transparent Soap Making" karangan Catherine Failor.


View our Melt and Pour Soap Tutorial2.
Hot proses Soap

Selasa, 20 Juli 2010

PELAPISAN CHITOSAN MEMPENGARUHI SIFAT FISIKO KIMIA

PELAPISAN CHITOSAN MEMPENGARUHI SIFAT FISIKO KIMIA
BUAH APEL (Malus sylvestris L.)

Nurrachman
PS. Hortikultura, Faperta UNRAM


ABSTRACT

The experiment, conducted in Laboratory, evaluated physico-chemistry characteristics of three cultivar apple (Manalagi, Rome Beauty, and Anna) as affected by level of chitosan coating (control, 0.5%; 1% and 1.5% weight/volume), each treatment was replicated three times and arranged in completely randomised design. The research was conducted in laboratory. The result showed that chitosan coating 1,5% had better performance than others treatments to slow down of weight loss, firmness, total soluble solids, titratable acidity, and it could also prolong storage life of fruits. The differences occurred among cultivars as reflected by variables observed.
Key words : Physico-chemistry, Apple, postharvest, coating, chitosan, storge-life


PENDAHULUAN

Buah apel (Malus sylvestris L.) dikonsumsi dalam bentuk segar dan hanya sedikit dikonsumsi dalam bentuk olahan misalnya juice (Verheij dan Coronel 1992). Meskipun buah ini tersedia sepanjang waktu, tetapi sering terjadi kerusakan pada penanganan pascapanen selama proses pengangkutan dan penyimpanannya. Menurut Kays (1991), kehilangan hasil pasca panen apel di negara maju sebesar 14%, dan persentase kehilangan terbesar terjadi di tingkat pengecer.
Tingkat kerusakan buah dipengaruhi oleh difusi gas ke dalam dan luar buah yang terjadi melalui lentisel yang tersebar di permukaaan buah (Baldwin 1994; Hoffman et al. 1997). Difusi gas tersebut secara alami dihambat dengan lapisan lilin yang terdapat di permukaan buah (Kays 1991; Debeaufort dan Voilley 1994;Baldwin et al. 1999), tetapi lapisan lilin tersebut dapat berkurang atau hilang akibat pencucian yang dilakukan pada saat penanganan pasca panen. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk menambah atau menggantikan pelapis yang telah berkurang dengan menambah bahan pelapis.
Salah satu pelapis yang mulai dikembangkan adalah chitosan, polisakarida yang berasal dari limbah pengolahan udang (Crustaceae). Limbah padat pengolahan yang terdiri atas kulit, kaki dan kepala, dapat mencapai hingga 40% dari total produksi udang dan hanya sedikit yang dimanfaatkan, misalnya menjadi bahan campuran pembuatan terasi atau campuran makanan ternak. Pengolahan limbah menjadi chitosan dapat meningkatkan nilai ekonomi dan pemanfaatannya, misalnya dalam bidang industri, makanan dan sekarang dikembangkan dalam bidang pertanian. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa chitosan mempunyai potensi yang cukup baik sebagai pelapis pada benih dan buah-buahan misalnya pada tomat (El-Ghaouth et al. 1992a) dan leci (Zhang dan Quantrick 1997). Sifat lain chitosan adalah dapat menginduksi enzim chitinase pada jaringan tanaman yaitu enzim yang dapat mendegradasi chitin yang merupakan penyusun dinding sel fungi (Baldwin 1994; Nisperos-Carriedo 1994; El-Ghaouth et al. 1992b).


METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan dan Bangunan Fakultas Teknologi Pertanian, Laboratorium Gizi Masyarakat Pusat Antar Universitas, dan Laboratorium Pusat Studi Pemuliaan Tanaman Departemen Budidaya Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Percobaan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor yaitu varietas apel : Rome Beauty, Anna dan Manalagi; dan pelapis chitosan, kontrol, 0,5%; 1% dan 1,5% bobot/volume (b/v); setiap perlakuan diulang tiga kali. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (anova), jika terdapat hasil yang berbeda nyata dilakukan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5% dengan menggunakan program SAS.
Buah apel diambil dari perkebunan milik petani di Desa Punten Kota Batu, Jawa Timur. Contoh buah yang akan digunakan adalah yang berumur 120-140 hari setelah bunga mekar (Suhardjo 1985). Selanjutnya buah apel dibawa ke Bogor dengan mempergunakan bus yang berpendingin. Pembuatan Chitosan berdasarkan (Suptijah et al. (1992) dan Rilda (1995) yang telah dimodifikasi; Pembuatan Larutan Chitosan (El-Ghaouth et al. 1992a) : Pelapisan Buah Apel cara pencelupan (dipping) selama 30 detik; Penyimpanan dilakukan di ruangan (282°C) dan wadah tersebut diletakkan secara acak.
Pengamatan
Parameter yang diamati adalah, kelunakan buah, susut bobot, padatan terlarut total, asam total dan uji organoleptik; dan diamati mulai hari ke 0, 3, 6, 9, 12, 15 Hari Setelah Perlakuan (HSP). Kelunakan Kelunakan buah diukur dengan menggunakan penetrometer elektrik Stanhope Seta Bobot beban yang digunakan adalah 102 gram dan waktu pengukuran 5 detik. Susut Bobot dengan menimbang buah apel yang sama pada setiap hari pengamatan; Padatan Terlarut Total (Apriyantono et al. 1989); Asam Total (AOAC, 2000 ); uji Organoleptik (Suhardjo, 1992).

Gue cut ya sampe disini.... sorry klo nanggung he..he..he... soalnye bukan punya gue. Klo mo baca lengkapnya browsing aja ya.....ntar klo sempet gue tambahin beberapa link deh mengenai chitosan.

Sejarah Pembuatan Sabun

2010년 5월 15일 토요일 오전 12:55
Bagi banyak orang, mandi adalah kebutuhan yang sifatnya wajib. Paling tidak orang merasa perlu mandi dua kali dalam satu hari. Mandi pagi dan mandi sore. Salah satu kelengkapan mandi yang cukup vital adalah sabun. Dengan busanya, acara mandi menjadi kegiatan yang menyenangkan. Sabun juga berfungsi untuk membersihkan kotoran yang melekat pada tubuh dan membunuh kuman-kuman yang mengancam kesehatan kita. Lalu, bagaimana awalnya sehingga sabun menjadi perlengkapan untuk mandi?

Konon kabarnya sabun yang kita gunakan untuk mandi sehari-hari itu pertama kali dipakai oleh orang-orang Sumeria di Timur Tengah kurang lebih 4.500 tahun yang lalu. Saat itu mereka menggunakan lemak dari beberapa jenis tumbuhan dan bubuk kayu yang diolah dan dibentuk menjadi seperti tablet. Tablet itu berukuran sebesar kelereng yang kemudian digunakan untuk membersihkan kulit dan baju dan dikenal sebagai sabun konvensional pertama dalam sejarah peradaban manusia. Tapi bukan berarti manusia sebelum itu tidak berusaha untuk membersihkan diri. Jauh sebelumnya, nenek moyang kita sudah terbiasa merawat diri mereka dengan menggunakan bahan-bahan dari alam di sekitarnya. Misalnya menggosok badan dengan menggunakan batu-batuan khusus. Hingga saat ini pun, orang di beberapa daerah di Indonesia masih sering menggunakan batu pembersih yang dikenal sebagai batu apung. Nenek moyang kita juga mengenal beberapa jenis daun-daunan sebagai bahan pewangi dan lulur.


INVESTASI ONLINE ASET MANDIRI
Aset Mandiri merupakan program bisnis dalam bentuk investasi online. Bisnis Online mudah untuk yang ingin melipat gandakan uang Anda.


Jika diamati, cara pembuatan sabun dari dulu sampai sekarang sangat lambat perkembangannya dibandingkan bahan kosmetika lainnya. Bahan baku yang dipakai sekarang tidak jauh berbeda dengan bahan yang digunakan oleh orang Sumeria di masa lalu. Penemuan yang mereka lakukan dilanjutkan oleh seorang tabib dari Yunani, Galen, sekitar dua abad sebelum masehi. Galen berhasil membuat sapo (berasal dari kata saponifikasi yang artinya penyabunan) yang dibuatnya dari lemak hewan dan bubuk kayu untuk membersihkan kulit dan mengobati luka. Penggunaannya dalam keseharian lebih bertujuan untuk kesehatan dari pada untuk mandi biasa.

Pada awal abad ke-19, Marchionini menemukan bahwa lapisan lemak pada permukaan kulit manusia menyebabkan kulit menjadi bersifat sedikit asam. Kondisi ini sebenarnya sangat dibutuhkan untuk melindungi kulit dari kuman. Sementara itu, seorang peneliti lainnya telah menyimpulkan bahwa pemakaian sabun yang bersifat basa (alkalin) atau hanya air sekalipun (PH7) akan mengganggu keasaman tersebut sehingga dapat merusak ketahanan kulit terhadap mikroba dari luar tubuh. Untuk mengatasi hal tersebut, seorang ahli kimia dari Jerman, H. Bertsch dan G. Schuster, membuat sulfat yang ber-fatty alcohol (fatty alcohol sulphates) dari fatty alcohol melalui asam lemak. Sebelumnya, sulfonat sudah terlebih dulu dibuat orang, terutama untuk membersihkan pakaian (laundry). Sintetis lain pun mulai diselidiki dan dibuat. Misalnya karboksilat, fosfat, ester, dan betain. Karena semua bahan tersebut dibuat secara sintetis, maka disebut juga dengan nama synthetic detergen (syndet) atau lebih dikenal dengan nama deterjen saja.

Dikarenakan sabun jaman dulu terbuat dari bahan lemak, minyak alami, dan garam alkalin, yang berakibat tidak aman bagi kulit karena dapat merusak keasaman kulit, mengurangi lemak kulit, bahkan mengurangi kemampuan kulit untuk mengeluarkan keringat, maka orang pun mulai membuat sabun dengan menggunakan bahan yang lebih aman. Demikian juga bahan untuk pembuatan deterjen sintetis. Sehingga sekarang kita mengenal bahan pembersih kulit dengan pH balance soap / deterjen, sabun netral, soap free detergen, dan sebagainya. Untuk tujuan dan kegunaan yang berbeda, sabun dibuat dalam bentuk batang (bar), cair (liquid), dan cream. Untuk penggunaan yang lebih khusus, kita tinggal menambahkan atau mengurangi isinya. Misalnya sabun bayi, sabun antiseptic, sabun deodorant, sabun super fatty, sabun apricot, dan banyak lagi. Termasuk shampoo untuk rambut.


FLAZZCASH
FlazzCash merupakan revolusi dalam program Investasi Online. Dengan sistem yang cerdas, cepat, dan aman serta sudah teruji membuat dana investasi Anda akan terus berkembang.


Sabun deterjen yang dibuat dari bahan sintetis biasanya mengandung delapan unsur. Unsur-unsur itu adalah sebagai-berikut :

Surfaktan. Merupakan bahan pembuat sabun yang paling penting. Misalnya lemak dan minyak yang digunakan untuk membuat sabun yang berasal dari minyak kelapa, minyak zaitun, atau lemak hewan.

Pelumas. Berguna untuk menghindari rasa kering pada kulit, membentuk sabun menjadi lunak, menjaga kestabilan busa, dan berfungsi sebagai peramas. Bahan pelumas bisa didapat dari asam lemak bebas, fatty alcohol, gliserol, lanolin, paraffin lunak, coccoa butter dan minyak almond.

Antioksidans dan Sequestering Agents. Berfungsi untuk menghindarkan kerusakan lemak, dan untuk mencegah terjadinya efek bau. Bahan pembuat oksidasi antara lain Stearil Hidrazid dan Butylhydroxi Toluene.

Deodoran. Pemakaian deodorant pada sabun mulai dilakukan sejak tahun 1950. Tapi untuk menghindari efek sampingannya, penggunaannya dibatasi.

Pewarna. Penggunaan zat pewarna pada sabun diperbolehkan sepanjang memenuhi persyaratan atau peraturan yang berlaku. Pada beberapa jenis sabun ditambahkan unsure titanium dioxsida untuk menimbulkan efek berkilau pada warna sabun dengan konsentrasi 0,01%. Bahkan ada beberapa jenis sabun dibuat tanpa warna hingga transparan.

Parfum. Berfungsi sebagai pewangi.

Asam Lemak. Penambahan asam lemak yang lemah seperti asam sitrat dapat menurunkan derajat pH pada sabun.

Bahan khusus sebagai tambahan. Dewasa ini sudah banyak sabun yang dibuat untuk keperluan khusus. Misalnya sabun netral yang mirip sabun bayi dengan konsentrasi dan tujuan yang berbeda.

Untuk menghindari berbagai efek yang buruk bagi kulit kita, gunakanlah sabun sesuai keperluan. Misalnya untuk mandi, gunakan sabun mandi, jangan sabun cuci. Sabun antiseptic dianjurkan dipakai jika kulit diduga tercemar banyak kuman. Itu pun jika kulit kita tahan terhadap bahan pembuatnya. Untuk yang berkulit kering, biasanya yang sudah berusia lanjut, gunakan sabun yang tidak membuat kulit menjadi lebih kering. Setelah memakai sabun, bilaslah kulit menggunakan air sebersih mungkin untuk menghindari efek utama dari sabun. Sebab biasanya masih tertinggal sisa-sisa sabun pada kuku, dibalik cincin atau jam tangan, gelang, dan sebagainya.

Sumber tulisan : www.Bunyu-Online.Com